Kebudayaan Minangkabau
A. Asal-usul Masyarakat Minangkabau
Asal-usul nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau.
Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam
tambo. Dari tambo yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek
moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut
tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta
serta cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat
banyak. Namun kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan
Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau
mengutus wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah seorang keturunan Iskandar
Zulkarnain tersebut untuk menjadi raja mereka.
Masyarakat
Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang
melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar
2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari
arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran
tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa
kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan
nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang
terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa
pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial
pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh
masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.
Awalnya
penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad
ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal
yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu
umumnya. Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus
penduduk maupun politik.
B.
Bahasa Minangkabau
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia.
Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan
bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini
sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan
bentuk di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan
bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau
merupakan bahasa Proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa
Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai dialek begantung kepada
daerahnya masing-masing.
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam bahasa Minangkabau umumnya
dari Sansekerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sansekerta dan
Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis
menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi.
Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya
menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
C.
Kepercayaan Minangkabau
Kepercayaan masyarakat Minang adalah agama Islam, dan jika terdapat
masyarakatnya keluar dari agama Islam, secara langsung yang bersangkutan juga
dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut "dibuang
sepanjang adat”.
D. Adat Istiadat Minangkabau
Menurut tambo, sistem adat
Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara,
Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Datuk Ketumanggungan
mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis, sedangkan Datuk Perpatih
mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang egaliter. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan
kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun
dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama,
cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tungku Tigo
Sajarangan. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama
tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua
urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
Komentar
Posting Komentar