Pajak
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat
imbalan seecara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, apabila warga negara
mengingkari kewajibannya untuk membayar pajak tepat waktu, maka pembangunan
nasional akan mengalami hambatan.
Masalah perpajakan adalah salah satu masalah besar yang sering menjerat
Indonesia. Pajak yang merupakan pungutan yang biasanya harus dibayarkan kepada
pemerintah demi memajukan negaranya. Dengan kata lain membayar pajak adalah
salah satu kewajiban kita sebagai warga negara yang baik. Sampai ada orang yang
mengatakan bahwa negara bisa maju ketika rakyatnya sudah mau membayar pajak
dengan kesadaran mereka sendiri. Saat mereka mau membayar pajak tepat waktu dan
sesuai dengan jumlah menurut perundang-undangan yang berlaku, keadaan suatu negara
akan bisa menjadi baik dan maju. Indonesia bukan termasuk negara yang maju,
tetapi negara yang berkembang karena memang masyarakatnya masih kurang sadar
akan kewajibannya untuk membayar pajak. Begitu pula dengan penguasa, terkadang
mereka menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadinya.
Pajak adalah salah satu iuran wajib bagi warga negara ketika
tinggal di suatu negara. Tentunya pajak tak hanya berupa pajak bangunan, pajak
profesi juga dibebankan bagi mereka yang sudah mendapatkan nomor pokok wajib
pajak alias NPWP. Di Indonesia sendiri, yang namanya pembayaran pajak masih
terhambat karena masyarakatnya yang kurang sadar akan arti penting pajak bagi
kelangsungan negaranya. Yang mereka pikirkan, membayar pajak bisa membuat
mereka merugi karena menurut mereka pajak hanya bisa dinikmati oleh orang yang
duduk di atas alias penguasa. Padahal, mereka salah besar, membayar pajak tepat
waktu akan berdampak baik juga bagi kehidupan pembayar pajak, terutama
kehidupan yang menyangkut berbangsa dan bernegara.
Permasalahan pajak ini ada di masyarakat Indonesia. Terkadang mereka tidak mau membayar pajak sehingga banyak dari mereka yang akhirnya dikejar-kejar oleh penagih pajak atau berurusan dengan hukum karena tidak membayar pajak tepat waktu. Pemahaman yang salah akan pembayaran pajak inilah yang mungkin menjadi masalah perpajakan di Indonesia. Ketika masyarakat sudah tahu apa fungsi dan kegunaan pajak, untuk apa pajak tersebut digunakan, pastilah kesadaran mereka untuk membayar pajak tepat waktu akan semakin meningkat.
Namun ternyata, masalah perpajakan ini tak hanya ada di masyarakat atau rakyat Indonesia. Mungkin jika bisa dibilang inilah salah satu faktor mengapa masyarakat sering malas untuk membayar pajak karena pajak yang mereka bayarkan terkadang disalah gunakan oleh penguasa. Mereka sengaja mengantongi sendiri pajak-pajak yang sudah dibayarnya. Dengan begitu, pajak yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat tersebut hanyalah sebagai uang tambahan bagi mereka yang ingin mendapatkan keuntungan yang besar. Tentu saja hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena bisa saja negara menjadi semakin miskin jika semua penguasanya ingin menggunakan uang pajak untuk kepentingan pribadinya.
Permasalahan pajak ini ada di masyarakat Indonesia. Terkadang mereka tidak mau membayar pajak sehingga banyak dari mereka yang akhirnya dikejar-kejar oleh penagih pajak atau berurusan dengan hukum karena tidak membayar pajak tepat waktu. Pemahaman yang salah akan pembayaran pajak inilah yang mungkin menjadi masalah perpajakan di Indonesia. Ketika masyarakat sudah tahu apa fungsi dan kegunaan pajak, untuk apa pajak tersebut digunakan, pastilah kesadaran mereka untuk membayar pajak tepat waktu akan semakin meningkat.
Namun ternyata, masalah perpajakan ini tak hanya ada di masyarakat atau rakyat Indonesia. Mungkin jika bisa dibilang inilah salah satu faktor mengapa masyarakat sering malas untuk membayar pajak karena pajak yang mereka bayarkan terkadang disalah gunakan oleh penguasa. Mereka sengaja mengantongi sendiri pajak-pajak yang sudah dibayarnya. Dengan begitu, pajak yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat tersebut hanyalah sebagai uang tambahan bagi mereka yang ingin mendapatkan keuntungan yang besar. Tentu saja hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena bisa saja negara menjadi semakin miskin jika semua penguasanya ingin menggunakan uang pajak untuk kepentingan pribadinya.
Pajak adalah salah
satu sumber penerimaan yang sangat penting untuk pembiayaan pengeluaran negara
baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pada dasarnya tidak ada
seorang pun yang secara suka rela dan senang untuk membayar pajak karena para
Wajib Pajak merasa bahwa mereka tidak memperoleh keuntungan timbal balik dari
jumlah pajak yang mereka bayarkan. Pajak yang di bebankan pemerintah kepada
Wajib Pajak menimbulkan perbedaan kepentingan, karena bagi wajib pajak,
membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis dan laba mereka. Perbedaan
kepentingan ini cenderung memancing Wajib Pajak untuk mengurangi beban pajaknya
baik secara legal maupun illegal, hal ini juga di mungkinkan oleh masih
banyaknya celah peraturan perpajakan yang masih dimanfaatkan oleh sumber daya
manusia petugas pajak (fiskus) untuk melakukan praktek Korupsi, Kolusi,
Nepotisme (KKN) dengan Wajib Pajak yang tidak jujur
Berdasarkan data yang diperoleh, pada tahun
2004 di perkirakan terjadi penyimpangan terhadap hasil pungutan pajak sebesar
40 trilyun rupiah, dan juga yang sangat disayangkan, dari 220 juta penduduk
Indonesia, baru sekitar 2,3 juta orang yang mempunyai Nomer Pokok Wajib Pajak
(NPWP) orang pribadi, hal ini di sebabkan karena belum semua pengusaha dan
pribadi mendaftarkan dirinya pada Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP.
Hal ini mencerminkan kesadaran penduduk Indonesia untuk membayar pajak masih
sangat rendah dan telah terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh wajib pajak
untuk menghindar dari kewajibannya.
Tetapi ingatlah, pikiran yang seperti itu tetap tidak bisa dibenarkan karena warga Negara yang baik harus mau membayar pajak demi memajukan Negara tercintanya.
Kelebihan
tidak membayar pajak bagi masyarakat ialah penghasilannya yang tidak dipotong
oleh pajak dan tidak merugi. Seseorang tidak perlu menambah pengeluarannya
karena penghasilannya terpotong untuk membayar pajak sehingga banyak orang yang
tidak bayar pajak untuk meminimalisir pengeluarannya agar penghasilannya
menucukupi kebutuhan atau kepentingan lainnya. Bagi perusahaan, hasil
perusahaan lebih banyak jika tidak membayar pajak.
Maka tak usah heran jika banyak masyarakat atau perusahaan di Indonesia yang
seringkali mangkir ketika harus membayar pajak. Alasan utamanya mungkin karena
mereka ingin bebas dari pembayaran pajak yang mungkin membuat mereka terbebani.
Namun, faktor lainnya bisa karena masalah perpajakan yang kerap kali terjadi di
Indonesia membuat wajib pajak tidak mau membayar pajak karena uang pajak yang
dibayarkannya bisa jadi disalahgunakan oleh pegawai pajak. Karena hal itu,
dibanding mereka harus mengeluarkan uang untuk memberi uang untuk para koruptor
pajak, lebih baik uangnya mereka gunakan untuk kepentingan lainnya.
Jika
kita tidak membayar pajak berarti kita hanya memenuhi hak kita mencari
penghasilan namun kita tidak memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara yang
baik yaitu membayar pajak. Pajak yang merupakan
pungutan yang biasanya harus dibayarkan kepada pemerintah demi memajukan
negaranya. Kita sebagai warga negara yang baik harus bertanggung jawab soal
memakmurkan bangsa dan negaranya, karena tanpa warganya membayar pajak bangsa
ini dan negara ini tak akan pernah maju. Apabila masyarakat tidak bayar pajak
maka negara ini akan miskin dan akan tertinggal dari segala aspek pendidikan,
sosial, ekonomi, fasilitas, teknologi dan lainnya karena masyarakat dan
perusahaan di negara tersebut tidak membayar pajak dan menjadi minimnya
penghasilan yang diperoleh oleh negara untuk membangun dan memakmurkan bangsa
dan negara tersebut. Dengan kata lain membayar pajak adalah salah satu
kewajiban kita sebagai warga negara yang baik.
Masalah perpajakan adalah salah satu masalah besar di negara Indonesia, banyak
masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang tidak ingin membayar pajak dengan
berbagai alasan. Salah satu faktor mengapa masyarakat sering malas untuk
membayar pajak karena pajak yang mereka bayarkan terkadang disalah gunakan oleh
penguasa. Mereka sengaja mengantongi sendiri pajak-pajak yang sudah dibayarnya.
Dengan begitu, pajak yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat tersebut
hanyalah sebagai uang tambahan bagi mereka yang ingin mendapatkan keuntungan
yang besar. Tentu saja hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena bisa saja
negara menjadi semakin miskin jika semua penguasanya ingin menggunakan uang
pajak untuk kepentingan pribadinya.
Pajak masih terhambat karena masyarakatnya yang kurang sadar
akan arti penting pajak bagi kelangsungan negaranya. Yang mereka pikirkan,
membayar pajak bisa membuat mereka merugi karena menurut mereka pajak hanya
bisa dinikmati oleh orang yang duduk di atas alias penguasa. Karena hal itu,
dibanding mereka harus mengeluarkan uang untuk memberi uang untuk para koruptor
pajak, lebih baik uangnya mereka gunakan untuk kepentingan lainnya itulah yang
menjadi alasan mereka untuk tidak membayar pajak. Padahal, mereka salah besar,
membayar pajak tepat waktu akan berdampak baik juga bagi kehidupan pembayar
pajak, terutama kehidupan yang menyangkut kemakmuran dan kesejahteraan berbangsa
dan bernegara dari segala aspek kehidupan di negara tersebut.
Saya
rasa pemerintah yang harus tegas. Seorang
pemimpin negara salah satu tugasnya adalah memecahkan masalah perpajakan yang
terjadi di negaranya. Seperti halnya dengan Indonesia, Indonesia membutuhkan
pemimpin yang mengatakan tidak pada korupsi terutama korupsi pajak. Ketika
pemimpin sudah dari awal mengatakan dengan tegas bahwa korupsi pajak harus
diberantas, maka itulah langkah awal mengatasi permasalahan pajak di Indonesia.
Langkah yang selanjutnya bisa dilakukan oleh pemerintah adalah membuat
Undang-Undang atau PERPU yang mengatur tentang perpajakan dan
mengaplikasikannya ke masyarakat tentang wajibnya membayar pajak di kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pemerintah pun juga wajib membentuk badan yang
bertugas mengontrol
perpajakan di Indonesia. Dengan adanya
pengontrolan pajak, penggunaan pajak akan lebih jelas, untuk kepentingan
individu atau kepentingan bersama.
Penegakan hukum harus cepat, agar para koruptor pajak
tersebut jera, badan penegak hukum di Indonesia khususnya sebaiknya bisa
mengambil langkah nyata ketika mengadili pada mafia pajak. Jangan karena mereka
adalah penguasa, maka proses jalannya hukum diperlambat dan mereka juga
diperlakukan khusus. Tidak ada bedanya masyarakat biasa dengan penguasa pajak
karena harusnya hak dan kewajibannya di mata hukum tetap sama selagi mereka
sama-sama bangsa Indonesia. Sehingga masalah pajak tersebut tidak menjadi
alasan masyarakat lagi untuk tidak membayar pajak, dan pemerintah harus
mensosialisasikan dan mengaplikasikan ke masyarakat tentang wajibnya membayar
pajak di kehidupan berbangsa dan bernegara agar kesadaran setiap individu di
masyarakat mulai meningkat tentang membayar pajak.
Idealnya seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang yang
mengatur tentang sanksi perpajakan adalah UU No.28 Tahun 2007 tentang perubahan
ketiga atau UU No.6 Tahun 2009 tentang ketentuan umum pajak. Pelanggaran pajak
bisa terjadi kealpaan, kesengajaan, dan percobaan, orang atau warga negara yang
sengaja tidak membayar pajak termasuk dalam pelanggaran karena kesengajaan dan
sanksinya adalah antara lain:
·
Sanksi pidana penjara 6
bulan-6 tahun
·
Sanksi pidana kurungan 3
bulan-1 tahun
·
Sanksi administrasi
berupa denda 1-2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,
bisa dengan perhitungan jumlah uang atau suku bunga
Pada UU No.28 Tahun 2007 Pasal 7 (1) dijelaskan bahwa : “ sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT
Tahunan PPh WP orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajakpaling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak”.
Maksud
pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur pada ayat ini
adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan Surat
Pemberitahuan.
Pengenaan
sanksi administrasi berupa denda Pasal 7 tersebut tidak dilakukan terhadap:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dan
juga pada UU No.28 Tahun 2007 Pasal 8(2) dijelaskan bahwa:
“sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah
pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
jika WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi
lebih besar”.
Dengan
adanya pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan atas kemauan sendiri membawa
akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan
pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula.
Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan “1 (satu) bulan” adalah jumlah hari dalam bulan kalender yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni sampai dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari bulan” adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.
Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan “1 (satu) bulan” adalah jumlah hari dalam bulan kalender yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni sampai dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari bulan” adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.
Tindak Pidana Perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan
perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana
pelakunya diancam dengan hukuman pidana.Sebagaimana diketahui bahwa Pajak bersifat
memaksa berdasarkan Undang-undang sehingga apabila tidak dipatuhi/dilanggar
maka akan menimbulkan hukuman/sanksi bagi pelakunya. Sistem
Pemungutan Pajak di Indonesia adalah Self assessment dimana Wajib pajak diberi kepercayaan untuk mendaftar, menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Konsekuensi dari penerapan Self assessment ini memberikan tanggung jawab besar pada Wajib Pajak untuk melakukan
kepatuhannya secara sukarela (Voluntary
Compliance).
Potensi pelanggaran dari kepatuhan sukarela (Voluntary Compliance) tersebut adalah :
1. Penghindaran Pajak (Tax avoidance) adalah Suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan (pemanfaatkan celah hukum). Cirinya adalah berupaya meminimalkan beban pajak dengan cara:
• tidak secara jelas melanggar ketentuan perpajakan;
• Cenderung menafsirkan ketentuan pajak tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
2. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal), misalnya :
• tidak melaporkan sebagian penjualan
• memperbesar biaya dengan cara fiktif
• memungut pajak tetapi tidak menyetor
Potensi pelanggaran dari kepatuhan sukarela (Voluntary Compliance) tersebut adalah :
1. Penghindaran Pajak (Tax avoidance) adalah Suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan (pemanfaatkan celah hukum). Cirinya adalah berupaya meminimalkan beban pajak dengan cara:
• tidak secara jelas melanggar ketentuan perpajakan;
• Cenderung menafsirkan ketentuan pajak tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
2. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal), misalnya :
• tidak melaporkan sebagian penjualan
• memperbesar biaya dengan cara fiktif
• memungut pajak tetapi tidak menyetor
Dan juga berikut ini ada beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas
tindak pidana perpajakan diantaranya:
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
·
Tidak
mendaftarkan diri;
·
Menyalahgunakan
NPWP/NPPKP;
·
Tidak
menyampaikan SPT;
·
Menyampaikan
SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
·
Menolak
untuk dilakukan pemeriksaan;
·
Memperlihatkan
pembukuan palsu/dipalsukan;
·
Tidak
menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
·
Tidak
menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
·
Tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6
Tahun dan Denda
minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar.
Komentar
Posting Komentar