Sebab-sebab terjadinya penyimpangan sosial
Sebab-sebab
Terjadinya Perilaku Menyimpang dan Sikap Antisosial dari Sudut Pandang
Psikologi
Teori ini berpandangan bahwa penyakit mental dan gangguan kepribadian berkaitan erat dengan beberapa bentuk perilaku menyimpang karena perilaku menyimpang sering kali dianggap sebagai suatu gejala penyakit mental. Perilaku menyimpang juga sering kali dikaitkan dengan penyakit mental, namum demikian teori psikologis tidak dapat memberikan banyak bantuan untuk menjelaskan penyebab perilaku menyimpang seseorang.
Ilmuwan yang terkenal di bidang ini adalah Sigmund Freud. Dia membagi diri manusia menjadi tiga bagian penting sebagai berikut.
·
Id, yaitu bagian diri yang bersifat
tidak sadar, naluriah, dan impulsif (mudah terpengaruh oleh gerak hati).
·
Ego, yaitu bagian diri yang bersifat
sadar dan rasional (penjaga pintu kepribadian).
·
Superego, yaitu bagian diri yang telah
menyerap nilai-nilai kultural dan berfungsi sebagai suara hati.
Menurut Freud
perilaku menyimpang terjadi apabila id yang berlebihan (tidak terkontrol)
muncul bersamaan dengan superego yang tidak aktif, sementara dalam waktu yang
sama ego yang seharusnya dominan tidak berhasil memberikan perimbangan.
Sebab-sebab
Terjadinya Perilaku Menyimpang dan Sikap Antisosial dari Sudut Pandang
Sosiologi
Dari sudut pandang
sosiologi terjadinya perilaku menyimpang disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut.
a.
Perilaku Menyimpang Karena Sosialisasi
Teori ini menekankan bahwa perilaku sosial, baik yang bersifat menyimpang maupun yang tidak menyimpang berkaitan dengan norma dan nilai-nilai yang diserapnya. Perilaku menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengalaman nilai-nilai tersebut dalam perilaku seseorang.
Teori ini menekankan bahwa perilaku sosial, baik yang bersifat menyimpang maupun yang tidak menyimpang berkaitan dengan norma dan nilai-nilai yang diserapnya. Perilaku menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengalaman nilai-nilai tersebut dalam perilaku seseorang.
Teori sosialisasi didasarkan pada pandangan bahwa dalam sebuah masyarakat ada norma inti dan nilai-nilai tertentu yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat.
Seseorang biasanya menyerap nilai-nilai dan norma-norma dari beberapa orang yang cocok dengan dirinya saja. Akibatnya, jika ia banyak menyerap nilai-nilai atau norma yang tidak berlaku secara umum, ia akan cenderung berperilaku menyimpang. Lebih-lebih kalau sebagian besar teman-teman di sekelilingnya adalah orang yang memiliki perilaku menyimpang, kemungkinan besar orang itu juga akan cenderung menyimpang pula.
b. Perilaku Menyimpang Karena Anomie
Menurut pendapat Emile Durkheim berpendapat bahwa anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataankenyataan sosial yang ada di lapangan.
Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai, tetapi antara norma dan nilai yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan.
Akibatnya, timbul
keadaan tidak adanya seperangkat nilai atau norma yang dapat dipatuhi secara
konsisten oleh masyarakat.
Robert K. Merton menganggap anomie disebabkan karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Perilaku menyimpang akan bertambah luas jika banyak orang yang semula menempuh cara-cara pencapaian tujuan dengan cara yang wajar beralih ke cara-cara yang menyimpang. Teori ini sangat cocok untuk menganalisis banyak perilaku menyimpang di negara berkembang, misalnya, perilaku KKN.
Ada lima cara pencapaian tujuan mulai dari yang wajar maupun menyimpang sebagai berikut.
1.
Konformitas,
yaitu sikap yang menerima tujuan budaya yang konvensional dengan cara yang juga
konvensional, atau yang selama ini biasa dilakukan. Contoh: Seseorang yang
ingin kaya dengan cara yang wajar dan diterima umum, yaitu bekerja keras,
halal, dan tidak bertentangan dengan hukum.
2.
Inovasi,
yaitu sikap seseorang dalam menerima secara kritis cara-cara pencapaian tujuan
yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dengan cara baru yang belum biasa dilakukan.
Dalam inovasi upaya pencapaian tujuan dilakukan dengan cara yang tidak
konvensional termasuk cara-cara yang terlarang dan kriminal. Contoh: Seorang
otodidak komputer berhasil menembus sistem komputer suatu bank. Ia menjadi kaya
dengan cara baru dan kreatif, namun melanggar hukum.
3.
Ritualisme,
yaitu sikap seseorang menerima cara-cara yang diperkenalkan sebagai bagian dari
bentuk upacara tertentu, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaannya. Dalam
ritualisme, seseorang mempertahankan cara yang sudah konvensional, namun tujuan
yang sebenarnya sebagian besar telah dilupakan. Ritus (upacara) tetap
dilakukan, tetapi fungsi dan maknanya sudah hilang. Contoh: Pengemudi menaati
lampu lalu lintas karena takut ditilang, bukan demi keselamatan diri dan
pengemudi lain.
4.
Pengasingan,
yaitu sikap seseorang menolak baik tujuan-tujuan maupun cara-cara mencapai
tujuan yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat ataupun lingkungan
sosialnya. Contoh: Seorang karyawan mengundurkan diri dari perusahaan karena
konflik kepentingan pribadi dan kepentingan perusahaan.
5.
Pemberontakan,
yaitu sikap seseorang menolak sarana dan tujuan-tujuan yang disahkan oleh
budaya masyarakatnya dan menggantikan dengan cara baru. Contoh: Kaum
revolusioner yang memperjuangkan suatu ideologi dengan gigih melalui perlawanan
bersenjata.
4.
Sebab-sebab Terjadinya Perilaku Menyimpang dan Sikap Antisosial dari Sudut
Pandang Kriminologi
Perilaku menyimpang
dari sudut pandang kriminologi ada 2 macam, yaitu:
a.
Teori Pengendalian
Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar berupaya imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap penyimpangan.
Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar berupaya imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap penyimpangan.
Dalam masyarakat
konvensional, ada empat hal yang mengikat individu terhadap norma
masyarakatnya.
1.
Kepercayaan, mengacu pada norma yang
dihayati.
2.
Ketanggapan, yakni sikap tanggap
seseorang terhadap pendapat orang lain.
3.
Keterikatan (komitmen), berhubungan
dengan berapa banyak imbalan yang diterima seseorang atas perilakunya yang
konformis.
4.
Keterlibatan, mengacu pada kegiatan
seseorang dalam berbagai lembaga masyarakat seperti sekolah dan
organisasi-organisasi masyarakat.
b. Teori Konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik sebagai berikut.
1.
Konflik budaya, terjadi apabila dalam suatu
masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus yang masing-masing cenderung
tertutup sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya kesepakatan nilai.
Masing-masing kelompok menjadikan norma budayanya sebagai peraturan resmi.
Orang-orang yang menganut budaya berbeda dianggap sebagai penyimpangan.
2.
Konflik kelas sosial, terjadi akibat
suatu kelompok menciptakan peraturan sendiri untuk melindungi kepentingannya.
Mereka yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap mempunyai perilaku
menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat.
Komentar
Posting Komentar